Apapun Bentuknya, Pungutan di Sekolah Tak Punya Dasar Hukum Disebut Pungli..!
Otentik NewsID - Di Indonesia, pungutan liar (pungli) di sekolah sering kali terjadi dan menjadi masalah yang sulit diatasi. Sekolah seringkali meminta orangtua dan siswa untuk membayar uang tambahan secara tidak resmi, sebagai imbalan untuk hal-hal tertentu seperti kurikulum ekstrakurikuler, kebersihan sekolah, dan sebagainya.
Namun, orangtua dan siswa harus tahu bahwa pungutan liar di sekolah adalah sesuatu yang dilarang oleh hukum dan dapat merugikan siapa saja yang menjalankannya. Pungutan liar ini sering kali dilaksanakan dengan memaksa dan memaksa orangtua membayar uang tersebut, bahkan jika mereka tidak mampu membayarnya.
Ada beberapa bentuk pungutan liar yang harus diwaspadai, seperti biaya pendaftaran yang tidak resmi, biaya buku tahunan, biaya alat tulis, kegiatan ekstrakurikuler yang tidak wajib, dan biaya lainnya yang tidak ada dasarnya. Bentuk-bentuk pungutan ini mengancam hak-hak warga negara untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
"Ada beberapa bentuk-bentuk pungutan di sekolah, baik pungutan resmi maupun pungutan liar. Pungutan resmi adalah pungutan yang memiliki dasar hukum dan tidak melanggar peraturan yang ada, sementara pungutan liar (pungli) adalah pungutan yang tidak memiliki dasar hukum meski telah didahului dengan kesepakatan para pemangku kepentingan. Karena pada dasarnya kejahatan juga bisa dilakukan melalui sebuah kesepakatan dan pemufakatan (pemufakatan jahat), tulis Muslimin B. Putra Asisten Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan dalam artikelnya yang dimuat di laman resmi Ombudsman RI.
Lebih lanjut Muslimin juga mengungkapkan, "Beberapa pungutan dilakukan sejak tahap pendaftaran masuk sekolah, kegiatan belajar mengajar hingga lulus sekolah. Pungutan yang sering dilakukan saat pendaftaran sekolah seperti uang pendaftaran, uang bangku sekolah, uang baju sekolah, uang daftar ulang dan uang bangunan. Sementara pungutan yang sering dilakukan saat kegiatan belajar mengajar di sekolah adalah uang SPP/uang komite, uang les, uang buku ajar, uang LKS, uang ekstrakurikuler, uang OSIS, uang study tour, uang perpustakaan, uang pramuka, uang PMI, uang kalender, dana kelas, uang koperasi dan uang denda tidak mengerjakan PR. Pada tahap jelang lulus sekolah, terdapat berbagai pungutan seperti uang UNAS, uang try out, uang bimbingan belajar, uang perpisahan, uang foto, uang membeli kenang-kenangan, dan uang wisuda."
Untuk mengatasi pungutan liar, para orangtua dan siswa dapat melakukan beberapa tindakan. Yang pertama adalah menolak membayar pungutan liar tersebut. Jika orangtua dan siswa mengetahui bahwa pungutan tersebut tidak sesuai dengan peraturan atau aturan, mereka bisa memilih untuk tidak memenuhi permintaan tersebut.
Tindakan lainnya adalah dengan melaporkan pungutan liar tersebut ke instansi yang berwenang. Orangtua dan siswa dapat melaporkan praktik tersebut ke otoritas lokal atau ke Kementrian Pendidikan yang bersangkutan agar tindakan yang diperlukan dapat diambil.
Terakhir, orangtua dan siswa dapat melakukan kampanye untuk meningkatkan kesadaran tentang bahaya pungutan liar di sekolah. Dengan cara ini, mereka dapat melibatkan orang lain yang mungkin telah menjadi korban atau yang mungkin terlibat dalam praktik tersebut.
Pendidikan adalah hak asasi manusia yang harus diperoleh oleh setiap warga negara. Pungutan liar di sekolah mengancam hak ini dan harus diatasi secepat mungkin. Dalam hal ini, orangtua dan siswa memiliki peran besar dalam mengatasi pungutan liar dan memastikan bahwa pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik. *** [[Iwa]]