OTENTIK NEWS OFFICIAL : AKTUAL BERIMBANG DAN TERPERCAYA
| Amih Tuti Dukung Tiga Program Warga Sukarame - 23 September, 2024
| ORARI Gandeng BASARNAS Gelar Diksar EMCOMM dan MFR - 19 September, 2024
| Akibat Gempa Berkekuatan 5 SR, Sejumlah Bangunan di Garut Mengalai Rusak Berat - 18 September, 2024
| Posisi Yasonna Laoly Diganti Supratman Andi Agtas, ini Profilnya - 19 August, 2024
| Maju Pilkada Kuningan 2024, Amih Tuti Ziarah Ke Alm H Acep Purnama dan Tokoh Sesepuh Kuningan - 17 August, 2024

Kepala BMKG Sebut Gempa 8,7 SR Lumpuhkan Jakarta, Ini Penjelasan Dwikorita Karnawati

Otentik NewsID, Jakarta - Video viral di TikTok yang menampilkan peringatan tentang kemungkinan terjadinya kelumpuhan di Jakarta akibat gempa megathrust dianggap membuat warga khawatir.

Menurut Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, video tersebut telah diedit dan dipotong-potong sehingga keluar dari konteks sesungguhnya. Meskipun demikian, Dwikorita mengakui bahwa video itu berisi rekaman dirinya saat rapat dengan DPR RI.

“(Video) itu adalah rekaman saat rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR-RI pada hari Kamis tanggal 14 Maret 2024 di Senayan, Jakarta," ungkap Dwikorita dalam keterangan tertulis, Minggu (17/3/2024).

Dwikorita menjelaskan bahwa kata "kelumpuhan" yang ia gunakan dalam rapat tersebut merujuk pada terputusnya jaringan komunikasi akibat rusaknya berbagai infrastruktur komunikasi, yakni Base Transceiver Station (BTS) akibat gempa megathrust. Oleh karena itu, BMKG membangun Gedung Operasional InaTEWS di Bali sebagai fungsi cadangan, meskipun di Jakarta sudah ada.

"Saya tengah memberi penjelasan kepada anggota dewan mengenai alasan perlunya pembangunan Gedung Operasional Peringatan Dini Tsunami atau Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS) di Bali,” lanjut dia.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati

Menurut Dwikorita, Gedung Operasional InaTEWS di Bali ini dibangun untuk mitigasi dan manajemen risiko dalam kondisi darurat apabila sewaktu-waktu operasional InaTEWS di Kemayoran, Jakarta, mengalami kelumpuhan akibat gempa megathrust berkekuatan M 8.7.

Pada skenario terburuk tersebut, operasional InaTEWS di Jakarta diperkirakan akan melumpuh karena terputusnya jaringan komunikasi atau rusaknya Gedung Operasional lama yang tidak disiapkan untuk tahan gempa dan likuefaksi.

"Maka, sebagai upaya manajemen risiko demi keberlanjutan operasional sistem peringatan dini, Gedung Operasional InaTEWS yang lama perlu dibangun kembali dengan standar bangunan tahan gempa dan tahan likuifaksi. Bangunan yang saat ini ditempati merupakan bekas Gedung Bandara Kemayoran yang dibangun di tahun 1980 an," papar Dwikorita.

"Sementara Gedung Operasional Cadangan yang ada di Denpasar perlu disiapkan dengan desain khusus Tahan Gempa. Gedung di Bali sebagai back up jika sewaktu-waktu InaTEWS yang di Jakarta benar-benar mengalami kelumpuhan," lanjut dia.

Dwikorita berharap bahwa penjelasannya dapat meredakan kekhawatiran masyarakat akibat video yang beredar di aplikasi TikTok dengan narasi yang tidak sesuai.

Dia juga mengimbau agar masyarakat lebih jeli dan hati-hati dalam menerima informasi dari media sosial dan pastikan hanya memperoleh informasi dari BMKG sebagai satu-satunya lembaga pemerintah yang diberi kewenangan dan tugas di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika.

"Pastikan informasi yang diperoleh hanya dari BMKG. Karena hanya BMKG lah satu-satunya lembaga pemerintah yang diberi kewenangan dan tugas di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika," pungkas Dwikorita. (Iwa)