Pemerintah Akan Buka Lahan Tebu 2 Ha di Merauke, Toenjes : Itu Rugikan Masyarakat Adat
Otentik NewsID, Jayapura - Pemerintah Pusat melalui kementrian terkait dikabarkan akan membuka perkebunan Tebu seluas 2 Ha di Kabupaten Merauke Provinsi Papua Selatan.
Program yang digagas untuk mendukung swasembada gula nasional dan bioethanol ini nyatanya diminta untuk dikaji ulang lantaran akan merugikan masyarakat adat.
Direktur Eksekutif Komunitas Demokrasi Papua, Toenjes Swansen Maniagasi, kepada media ini tegas menyebut proyek pengambangan Tebu oleh pemerintah pusat tersebut malah berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat adat.
"Proyek ini mengancam kelangsungan hidup Orang Asli Papua, karena hutan yang menjadi sumber kehidupan dan identitas budaya masyarakat adat akan tergantikan oleh kebun tebu yang hanya menguntungkan korporasi besar,"katanya, Senin (27/5/2024).
Selain itu menurutnya, dengan pembukaan lahan tersebut juga akan terjadi perampasan hutan adat, yang selama ini menjadi tumpuan hidup masyarakat melalui berburu dan meramu.
"Kehilangan hutan berarti kehilangan sumber pangan, air bersih, serta ikatan spiritual yang telah terjalin selama berabad-abad,"ucapnya.
Dampak sosial ekonomi dari proyek ini pun kata Maniagasi tidak bisa diabaikan. Studi menunjukkan bahwa pertanian skala besar sebelumnya di Papua, seperti program Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE), justru memperparah kemiskinan dan kekurangan gizi di kalangan masyarakat lokal. Selain itu, proyek ini dinilai akan memicu eskalasi konflik agraria, memperpanjang cerita konflik di tanah Cendrawasih.
"Penetapan proyek ini sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) berisiko menafikan partisipasi masyarakat adat dalam proses pengambilan keputusan. Masyarakat adat yang selama ini hidup sejahtera dari hutan, kini terancam menghadapi krisis pangan dan kelaparan. Angka stunting di Papua sudah sangat tinggi, dan proyek ini hanya akan memperburuk keadaan," tegasnya.
Maniagasi mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan kembali proyek ini dan mengutamakan pembangunan berbasis masyarakat yang menghormati hak-hak adat dan menjaga kelestarian lingkungan.
"Jika pembangunan hanya menguntungkan segelintir pihak, maka pembangunan itu hanyalah ilusi yang membawa derita bagi rakyat Papua," pungkasnya. (Sis)